Wednesday 20 January 2016

Sejarah bintauna hingga masa raja-rajanya

Ass. Wr.wb

Bintauna berasal dari Vintauna yang terdiri dari dua kata vinta dan una, vinta artinya bintang dan una atau owuna-wuna artinya terdahulu, sehingga vintauna sesungguhnya di maknai sebagai bintang lebih dahulu. Dalam versi lain dimaknai juga bahwa vintauna adalah berasal dari panggilan istri dan suami dari manusia pertama kali yang mendiami negeri huntuo yaitu vai vaunia dan pai sahaya. Suami sahaya memanggil istrinya dengan kata vinta yang berarti bintang dan istri memanggil sang suami sengan panggilan una artinya terdahulu. Huntuo adalah bahasa bintauna yang merupakan kasa asal dari huntuk yg sekarang ni menjadi nama salah satu desa di kecamatan bintauna. Kata huntuo di ambil dari kata puntuo yang artinya suatu benda yang terletak di atas benda lain yang kemudian di artikan sebagai topi kecil yang terletak di atas kepala besar yang maksudnya suatu tempat yang terletak diatas panggung gunung sehingga kelihatan lebih tinggi dari tempat lain.

Masa Kerajaan Bintauna

Kerajaan Bintauna asal mulanya dalam wilayah Pemerintahan Afdeling Gorontalo karena pada masa VOC Bintauna merupakan satu Marsaoleh-schar yaitu Wilayah Pemerintahan  yang di kepalai oleh seorang Marsaoleh (Ulea) dari Kerajaan Suwawa. Dalam perkembangannya kemudian raja kerajaan Bintauna melepaskan diri dari kerajaan Bone atau Suwawa yang kemudian membentuk kerajaan sendiri dengan nama Vintauna. Dalam status sebagai kerajaan, mula-mula bintauna terdiri dari dua kelompok masyarakat yang masing-masing mempunyai wilayah sendiri dan berbeda dari sisi agama dan kepercayaanya yakni :

1. Kelompok masyarakat bagian utara yakni kelompok heinden yang manganut kepercayaan animisme karena menyembah batu atau pohon

2. Kelompok masyarakat bagian selatan yang menganut kepercayaan agama islam

latar belakang perbedaan agama dan kepercayaan inilah menyebabkan sehingga kelompok masyarakat tersebut saling memisahkan diri yakni kelompok masyarakat bagian selatan yang memeluk agama islam melepaskan diri dari kerajaan bintauna dan bergabung kembali dengan kerajaan suwawa. Dengan demikian kerajaan bintauna dalam perkembangan selanjutnya adalah sebagian dari kerajaan yang penduduknya menyembah atau menganut kepercayaan animisme. Dalam perkembangan selanjutnya masyarakat bintauna yg di ikat adapt kerajaan bintauna pada waktu itu sudah mulai mengenal agama di buktikan dengan makam pendeta talahatu dan istrinya di kompleks makam raja pertama yakni makam paduka Raja Mooreteo yang makamnya bentuknya hampir sama dengan bentuk bangunan gereja atau kahera konon raja pertama ini dikubur di dalam gereja ini menunjuka bahwa pada masa kerajaan bintauna pada awalnya masyarakatnya sudah menganut agama Kristen. Paduka raja mooreteo dalam melaksankan tugas sebagai pemimpin bagian rakyatnya di raa minanga senantiasa di dampingi istrinya bernama vua tebo yang dari hasil perkawinannya di anugrahi seorang anak yang bernama Datu. Dalam perkembangan selanjutnya setelah paduka raja mooreteo meninggal maka di nobatkanlah anak dari mooreteo dan vua tebo menjadi raja kedua yakni paduka raja datu. Karena datu di angkat jadi raja maka rakyat kerajaan pada waktu itu mengatakan bahwa datu rono salako yang artinya datu sudah menjadi raja besar atau menjadi raja maka berubahlah nama datu menjadi datunsolang yang kemudian nama itu menjadi marga keturunan raja-raja bintauna selanjutnya. Pada masa paduka raja datu negeri kerajaan yang bertempat di raa minga dipindah di suatu tempat yang bernama lasako atau vaya sangki. Paduka raja datu beristrikan Vua Rantoiya yang dari hasil perkawinannya di anugrahi anak bernama abo volakia dan abo patilima Setelah paduka raja datu meninggal tahun 1783 yang kemudian di makamkan di tempat itu juga maka sinobatkanlah putra dari paduka raja datu menjadi raja yakni Abo Volakia namun avo volakia menolak untuk menjadi raja maka ditunjuklah penggantinya yakni anaknya yang bernama Avo Lahai tetapi Avo Lahai melakukan pelanggaran yakni saat putrid-putri (mangoreaka) sedang menari Kaimbu dalam sebuah acara adat tiba-tiba avo lahai masuk sambil mengendarai kuda di tengah-tengah para penari yang berakibat salah satu pakaian yang di kenakan oleh panari tersebut terinjak oleh kaki kuda yang berakibat avo lahai di buang dimaluku dan pada akhirnya wafat di tempat pembuangan tersebut ketika avo lahai di buang maka dinobatkan patilima sebagai raja ke III pada tahun 1783 yang prosesi penobatannya di laksanakan di ternate. Pada saat penobatan itulah marga datunsolang resmi dilekatkan pada nama raja dan keturunanya sehingga nama paduka raja le III menjadi paduka raja Patilima Datunsolang dan pada saat itulah alat musik kebesaran (alat musik adat) diserahkan kepada raja patilima. Sehingga saat paduka raja patilima kembali dari ternate ke negeri lasako maka alat-alat musik ada dan tetap terpelihara keasliannya. Adapun alat musik adat tersebut alah kolintang, gong, tambur, savua, paying kerajaan, tapajaro (tombak) dan eleso (keris). Pada masa pemerintahan paduka raja Patilima Datunsolang negeri bintauna yang berada di Lasako kembali di pindahkan ke raa minanga, negeri awal masa paduka raja moorete’o. sesudah raja mangkat maka dinobatkanlah salah satu anak dari paduka raja Patilima datunsolang yakni Salmon Datunsolang sebagai raja ke IV. Pada masa pemerintahan paduka raja salmon negeri kerajaan kembali lagi di pindahkan dari negeri ra’a minanga menuju ke kenegeri voa’a yang kemudian nama tempat ini diadopsi menjadi salah satu desa di kecamatan bintauna saat ini. Sesudah paduka raja Salmon mangkat maka pada tanggal 24 september 1957 dinobatkan adik kandung dari paduka raja salmon untuk menjadi raja ke V yakni Abo Batango atau di kenal dengan nama alias Datunsolang. Pada masa pemerintahan paduka raja elias datunsolang maka pusat pemerintahan kerajaan pun kembali di pindahkan dari negeri voa’a ke negeri pangkusa yang saat ini desa pangkusa. Setelah raja elias meniggal maka di nobatkan raja Toraju Datunsolang yang merupakan anak dari paduka raja salmon datunsolang sebagai raja ke VI. Pada masa pemerintahan paduka raja toraju datunsoalng kembali lagi pusat pemerintahan kerajaan di pindahkan lagi dari negeri pangkusa menuju ke negeri vantayo. Pada tahun 1884 tahta kerajaan diserahkan kepada paduka raja ke VII serael datunsolang yang merupakan putra dari paduka raja elias datunsoalng. Pad amas apemerintahan paduka raja serael datunsolang inilah pemerintahan kerajaan kembali lagi di pindahkan dari negeri vantayo menuju negeri pangkusa. Pada saat paduka raja Serael wafat tahun 1983 maka menurut ketentuan pada waktu itu yang harus menggantikannya adalah anak dari paduka raja Toraju Datunsolang namun karena anak dari paduka raja toraju datunsolang belum cukup dewasa makan tahun 1893 dinobatkanlah kembali Toraju Datunsolang menjadi raja  VIII selanjutnya sambil menunggu anaknya menjadi dewasa. Setelah dua tahun kemudian yakni tahun 1895 anak dari paduka raja toraju datunsolang pun dinobatkan menjadi raja IX yakni paduka Raja Mohamad Toraju Datunsolang. Pada masa pemerintahan Paduka Raja Mohamad Toraju Datunsolang ini pada tahun 1905 pusat pemerintahan kembali lagi di pindahkan dari negeri vantayo menuju negeri minanga yang saat ini desa bitauna pantai yang kemudian pada tahun 1913 pusat pemerintahan kerajaan bintauna di pindahkan lagi ke bunia yang saat ini desa bunia dan pada tahun 914 pusat pemerintahan kerajaan bintauna kembali lagi di pindahkan dari bunia menuju ke pimpi, yang saat ini desa pimpi yang kemudian menjadi ibu negeri kecamatan bintauna. Pada tahun 1950 lewat gerakan pemuda dan masyarkat system kerajaanpun dihapuskan sehingga kekuasaan rajapun di hapuskan. Dengan dihapuskannya kekuasaan raja maka kerajaan bintauna menjadi distrik yang di pimpin oleh Abo A.M datunsolang dengan jabatan sebagai Amtenar yang kemudian pada perkembangannya selanjutnya saat ini menjadi kecamatan. Guna mengingatkan akan peristiwa pemindahan pusat pemerintahan kerajaan dari negeri minanga sekarang ini desa bintauna pantai ke negeri pimpi sekarang ini desa pimpi maka satu desa yang berada di satu tempat bernama Bagugula diganti namanya menjadi bintauna agar nama bintauna akan tetap lestari yang kemudian dalam perkembangan selanjutnya menjadi kelurahan bintauna yang sekarang ini menjadi Kecamatan Bintauna sudah memiliki 1 kelurahan dan 14 desa.

Berikut ini intisari Raja-Raja pada Masa Pemerintahan Kerajaan Bintauna:

1. Paduka Raja Mo’orete’o
2. Paduka Raja Datu
3. Paduka Raja Patilima Datunsolang
4. Paduka Raja Salmon Datunsoalng
5. Paduka Raja Ellias Datunsolang
6. Paduka Raja Toraju Datunsolang
7. Aduka Raja Serael Datunsoalng
8. Paduka Raja Toraju Datunsolang
9. Paduka Raja Mohamad Toraju Datunsolang